Unit Kebun PTPN IV Marihat. |
GASSTAMNEWS.COM - Sebelum pelarangan terjadi, seorang wartawan gasstamnews yang ditugaskan untuk menindaklanjuti informasi dari salah seorang warga sekitar yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan, TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) di area pekerbunan milik Unit Kebun Marihat PTPN IV kurang perawatan.
Namun saat hendak melaksanakan tugasnya meliput dan mengambil foto TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) yang kurang perawatannya, salah satu oknum Satpam berinisial Silalahi tak mengijinkan wartawan untuk meliput dan mengambil foto. Oknum Satpam tersebut mengaku tidak memberikan ijin kepada wartawan untuk meliput dan mengambil foto di areal itu atas perintah atasannya (Asisten Afdeling Lima(V) Unit Kebun Marihat PTPN IV, Junaidi-red).
“ijin lah pak, saya tidak mengijinkan untuk ke areal ini pak. Itu perintah atasan setempat pak,” ujarnya di lokasi, Sabtu (3/2/2024).
Sementara saat dihubungi melalui telepon selulernya, Junaidi tidak menjawab meski berdering. Begitu pula saat dihubungi melalui chat WhatsApp, tidak ada balasan meski sudah centang dua tanda.
Selain itu, hal serupa juga dilakukan Manajer Unit Marihat E. Nasution, hingga berita ini diturunkan, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp tidak ada jawaban meski sudah centang dua.
Menanggapi hal tersebut, salah satu jurnalis yang sebagian besar bertugas di wilayah DKI Jakarta, Riswan Pasaribu saat dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan, sesuai Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Lebih lanjut, Riswan mengatakan, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, wartawan Indonesia harus menggunakan cara yang profesional. Penafsiran mengenai cara-cara profesional tersebut adalah dengan menunjukkan diri kepada sumbernya, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya, merekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara disertai dengan informasi tentang sumbernya dan ditampilkan secara seimbang , menghormati pengalaman traumatis narasumber dalam menyajikan gambar, foto, suara, tidak melakukan plagiat, termasuk hasil liputan wartawan lain sebagai karyanya sendiri, maka penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigatif demi kepentingan umum.
Selain cara-cara profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana disebutkan di atas, dalam rangka perekaman atau pendokumentasian yang dilakukan wartawan juga harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik lainnya, yaitu tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan, mempunyai hak tolak untuk melindungi narasumber yang identitas atau keberadaannya tidak ingin diketahui, menghormati ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan, menghormati hak narasumber mengenai kehidupan pribadinya kecuali untuk kepentingan publik.
''Berdasarkan ketentuan di atas, wartawan dilarang merekam tanpa izin jika hal itu berkaitan dengan pribadi narasumber. Misalnya kehidupan pribadi narasumber, hal-hal yang disepakati untuk off the record,” ujarnya.
Lantas, bolehkah jurnalis merekam tanpa izin di kantor pemerintah atau fasilitas umum?
''Sepanjang penelusuran kami, belum ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang secara tegas dan eksplisit mengatur larangan mengambil gambar, merekam video, merekam suara di kantor pemerintahan dan fasilitas umum sepanjang dilakukan untuk tugas jurnalistik secara profesional dan bertujuan memberikan informasi yang berimbang,” imbuhnya.
''Namun apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas informasi atau dokumentasi yang terkandung dalam produk jurnalistik yang dibuat oleh wartawan, maka pada dasarnya masyarakat dapat menggunakan hak jawab dan hak koreksi,” tutupnya.
Penulis: RG
Editor: Yura Gabriela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar